Cinema Verite

Ada banyak pemahaman tentang metoda atau gaya atau apapun namanya tentang cinema verite yang  bisa diartikan dengan sinema yang jujur, apa adanya dan lain lain yang berkaitan dengan sesuatu yang bersifat asli atau tidak diseting. Kali ini saya menampilkan pendapat Werner Herzog, seorang sineas besar asal Jerman. Menurutnya ‘Cinema Vérite is not the answer anymore. In our situation, they are the losers, nothing but the losers!. Masih  menurut Warner, cinema verite  bagaikan turis yang sedang memegang  kamera.

Waktu sekolah bikin film, dosen saya juga tidak setuju kalau muridnya bikin gituan, katanya "buat apa sekolah kalau cuma bikin gituan. Menurut dosen saya, cinema verite tidak memberi ruang untuk melakukan eksplorasi ke-ilmuan. Dasar bebal, tahun itu 1995, saya tetap melakukan yang saya inginkan.

Pemahaman saya tentang cinema verite adalah merekam seperti yang saya lihat, meleburkan perasan dalam kejadian. Sementara mata kanan melekat di view vinder mata kiri tertutup rapat. Saya akan memberi komenrtar secara langsung atau saya membiarkan kamera menyala tanpa disadari orang sekitar. Karena penglihatan kamera berbeda dengan kenyataan pandangan,  maka saya juga mengoreksi kamera agar merekam seperti yang saya lihat. Poko'nya bener bener kaya' turis yang sedang megang kamera, yang membedakan adalah saya turis yang sekolah film.

Tiga gambar ini saya ambil dari Antara Foto dan World Press Fhoto. Yang ingin saya sampaikan adalah tidak semua harus di direct.


Akhirnya saya tetap berangkat, shotingnya berdua sama kawan yang waktu itu berlaku sebagai porter. Judul dan idenya "Spirit of Tenggerness". Tentang semangat kerja orang Tengger dalam mengatasi keterbatasan infrastruktur dan rasa bangga akan budayannya. Dua minggu lebih di lokasi, shotingnya seminggu, karena sisanya saya gunakan untuk beradaptasi lalu berteman.

Hasilnya dokumenter yang di buat dengan gaya dan kemasan campur campur, ada diari-nya, joueney, gaya news juga ada, footage. Beberapa eksplorasi kamera tetap saya lakukan dan hasil riset data dalam bentuk narasi saya campur dalam editing. Jadilah film cinema verite versi saya.

Filmnya ditolak sama kampus karena tidak mendapat pengesahan produksi dari dekan, artinya saya dapat nilai E (atau sama juga dengan  ngga ngapa ngapain). Ada saat saya bersedih tapi sama sekali tidak menyesal karena saya sudah berhasil mencoba.

Akhir kata, cinema verite adalah sebuah pendapat. Terserah mau menjadikan pendapat itu sebagai mazhab atau refrensi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Televisi vs Internet

Televisi Digital