Cinema Verite 2


Searching verite di internet bisanya masuk dalam pembahasan dokumenter, biasanya berisi sejarah, tentang Dziga Vertov, Robert Flaherty, John Griesson dan seterusnya. Sebelumnya saya pernah menulis tentang cinema verite, tulisan saya sebelumnya diakhiri dengan cinema verite hanyalah sebuah pendapat.

Pendapat apa?…ya hanya pendapat tentang klasifikasi gaya atau cara bercerita melalui film. Lalu seperti apa contoh verite yang baik? Jangankan contoh yang baik, untuk menetapkan bahwa film ini atau itu adalah verite saja sudah banyak terjadi perbedaan pendapat. Melakukan klasifikasi terhadap karya dokumenter memang tidak mudah. 

Saya yakin CCTV dengan durasi 30 menit tidak dianggap sebagai karya dokumenter, karena tidak terjadi eskplorasi sinematografi atau bahkan diklasifikasikan sebagai cinema verite (kebenaran) pun tidak bisa. Padahal gambar yang ditampilkan benar, jujur dan apa adanya.

Tapi kalau kelebihan ekplorasi jadinya salah juga. Suatu hari seorang sutradara dokumenter melihat kenek metromini tangah menghitung pendapatannya didalam metromini yang parkir dipangglan. Terlihat dari posisinya, kejadian itu terasa "keras tapi indah”  karena dicahayai lampu terminal warna warni. 
Suatu ketika si sutradara itu ingin mewujudkan pengalaman visualnya dalam dokumenter garapannya. Maka ia membuat shot itu, membuat – bukan mengambil. Membuat yang memang benar-benar terjadi atau merekonstruksi kenyataan yang benar benar valid dan ia saksikan sendiri. 
Seperti Grierson yang mengatakan bahwa karya Robert Flaherty bukan sebuah dokumenter karena hamper semua adegan tidak apa adanya, melainkan diatur setiap adegan dengan tujuan mendapatkan sudut pengambilan (angle of shot) yang memukau. 
SEMI-DOKUMENTER BUKAN DOKUMENTER ? - Gerzon Ron Ayawaila 

Dalam pandangan saya, cinema verite adalah sebuah gaya yang memperlihatkan bahwa kejadian itu benar benar terjadi, bahkan penonton dapat merasakan dari gerakan kameranya. Sebagai sebuah karya seni atau jurnalistik, pengambilan gambar dilakukan dengan sadar bahwa hasil rekaman akan diperlihatkan kepada penonton.  Kaidah camera movement harus tetap diterapkan dengan keilmuan.


Akhir kata, eksplorasi sinematografi dalam dokumenter seperti puisi yang dibuat berdasarkan kisah nyata. Memikat namun berusaha apa adanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinema Verite

Televisi vs Internet

Televisi Digital