Media Online Kalah dari Media Sosial
![]() |
ilustrasi: laoblogger.com |
Jaman terus berubah, kebutuhannya berubah, cara melakukan sesuatu juga berubah. Ojek berkembang jadi ojek online atau ada yang mangkal tapi online. Perusahaan Internet Service provider juga berubah menjadi Digital Service Provider. Dalam industri media koran, Kompas melebarkan sayap ke media televisi dan media online. Stasiun televisi juga berubah menjadi network provider, tapi belum.
Dulu koran adalah media yang kuat,
sekarang melemah. Saya ingat betapa kuatnya peran media koran, beritanya
menjadi salah satu acuan dalam mengambil keputusan para elit. Selain medianya
kuat wartawannya juga hebat, kemampuan menulis dan pengetahuan jurnalistiknya lebih
mumpuni ketimbang wartawan media televisi tempat saya bekerja. Para produser media televisipun diduduki oleh para jagoan dari media cetak.
Televisi terus memperbaiki diri,
menganalisa ratting, menentukan jam tayang, merubah cara menyampikan berita.
Bagaimana melalukan kombinasi antara audio visual dari kamera dilapangan dengan
narasi, kapan reporter perlu bicara didepan kamera. Lama lama mulai bermunculan
produser yang mengawali karir dari wartawan televisi. Cara mengemas berita semakin semakin
berkembang.
Televisi melakukan banyak peran, kadang
seperti radio yang hanya didengar tanpa ditonton. Televisi juga bisa disambil,
sambil siap siap berangkat kerja, sambil pake sepatu, sambil ngopi, sambil apa
aja, jika tidak ada yang menarik, ya cuekin
aja. Tapi televisi punya cara untuk menarik perhatian dengan gambar hobar-habir aksi demonstrasi atau penuh ceria, cantik, ganteng,
indah, gembira pokoknya yang menarik. Kami menyebutnya dengan istilah trigger.
Lalu media televisi tergerus oleh media online yang
aktualitasnya jauh lebih cepat, lebih update. Selain itu jika diakses lewat HP maka media online lebih everywhere dan juga lebih “sambil”. Mau
tidak mau televisi buka cabang di media
online dan youtube. Kini media online digerus oleh media social. Semakin banyak
orang yang bisa meyebarkan informasi, melalui media sosial pesan disampaikan lebih
ringkas dan mudah diserap.
Pengguna internet bertambah tapi pengunjung berita online menurun. Chief of Collaboration and Engagement kumparan.com, Yusuf Arifin memprediksi jumlah pengguna internet di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 150 juta orang. Dari angka tersebut, ia menyayangkan jumlah pengakses media online dari tahun ke tahun justru menurun. Dikutip dari Metronews.com
Tapi seperti ada perasaan yang agak menggantung. Apa
benar media online bisa begitu saja ditinggal oleh pengguna internet? Media
online adalah media arus utama yang berbasis internet, ia punya ijin,
punya kantor, punya karyawan dan dilindungi oleh undang undang, sementara media sosial tidak jelas siapa
peyebar beritanya.
Bisa jadi syarat fakta, benar, berimbang yang harusnya dimonopoli oleh media arus
utama semakin melemah. Media sosial dan media online malah sama kuat, bisa benar bisa juga salah - bisa opini atau fakta. Penyebar informasi,
baik media arus utama maupun media sosial sama sama berpeluang bikin hoax, opni bahkan tipuan. Akibatnya
publik milih mana yang paling ringkas saja, karena keduanya sama aja. Terlepas dari soal itu, media sosial
memang lebih ringkas.
Komentar
Posting Komentar